Kutemukan
airmata dalam derai hujan yang turun melintasi bumi malam ini. Menyesakkan
dada, lansung kuteringat pada kisah pilu yang ada.
Bagai titik hujan yang
mendamba bertemu kelopak bunga, namun tak pernah berkuasa untuk demikian hingga
hanya berakhir pada rindu yang lebih baik menguap liar begitu saja. Entah apa
pemikiran baik hingga rindu kandas tanpa bekas, mungkinkah titik hujan lansung
jatuh mengambang tak tertahan pada pangku kelopak, menuruni tangkai menembus
duri yang membawa sakit yang tak terperi.
Kepada siapa titik hujan akan
menunggu, sedang kupu-kupu tak bertangan untuk menyelamatkan.
Seperti rasa sukaku padamu yang tumbuh dalam keraguan yang pasti. Entah apa yang kukejar, entah apa yang kuharap, sedang kau hanya sanggup membisu seperti yang telah kau janjikan dengan waktu.
Aku berpikir mungkin tak apa sedikit
usaha tak bernada bisa mengundangmu untuk berucap sekalimat kata. Namun,
hatikupun tak cukup lama ingin mencoba-coba. Bukan karena malu-malu, namun aku
tahu takkan ada akhir yang berubah dari cara ini. Aku tak cukup lincah dan
pandai memainkan peran, pun kau tak begitu peka untuk melihat dan mendengar.
Telah lama kuputuskan untuk tidak bertahan. Biarkan saja cerita berganti dengan
keadaan yang kuubah.
Tapi seiring waktu, tak ada kebaikan sebagai perubahan.
Aku tak bisa mendengar suara lain meski telah kumatikan lagu tentang dirimu,
mata hanya terbuka untuk satu kilas gerak-gerik saja dan itu kaulah yang punya.
Hatiku tetap tak terisi meski seluruh huruf-huruf cerita tentangmu telah kubuang
di masa lalu. Namun, masih lekat terasa kakiku berpijak pada senja indah
kemarin. Bayangmu masih ada meski tak pernah kupanggil dan tak pernah pula ia
mengamuk.
Yang teringat masih kamu, meski
aku tak pernah berusaha untuk mengingat, dan kamu tak pula memaksa untuk
diingat.
Meski
jarak semakin nampak dan jelas, di suatu masa yang biasa-biasa saja, aku ingin
kau tahu bahwa aku menyimpan rindu. Biar terucap begitu saja, tanpa rasa harap
yang masih bersisa dan tanpa duka yang mengikat dilema. Aku tertawa sesudahnya,
dan kamu juga menyambut dengan biasa bagai cerita yang tanpa nyawa. Jangan
tersenyum dengan mata itu agar asa tetap tiada, dan jangan tersenyum kecut agar
aku tak menghibamu yang terlambat menyadari adaku.
By: BETA CINTO ATI -HMSI 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar dengan sopan dan membangun
Anda punya pertanyaan, request, kritik, dan saran ??
Layangkan ke FanPage kami di http://www.facebook.com/NamudaMedia