Generator Hampa Karya Slamet Haryanto, Pria Lulusan SD di MALANG
Sabtu, 28 Juli 2012
Siapa sangka Slamet Haryanto (51) yang hanya seorang lulusan sekolah dasar negeri di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur berhasil menciptakan generator tanpa bahan bakar yang diberi nama "Pembangkit Listrik Tenaga Hampa".
Letakkan kursor pada gambar untuk memperbesar gambar:
Warga Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, ini tinggal bersama istri dan ketiga anaknya di sebuah rumah kontrakan sederhana.
Karyanya (generator PLTH) itu ditaruh di ruang berukuran 18 meter, yang terbuat dari bambu di sebelah rumah kontrakannya, di Jalan Abdul Manan Wijaya, Desa Ngroto.
Slamet yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang servis dinamo mengutarakan ide tersebut muncul pada 1997, saat seorang teman dari kampung sebelah meminta membuatkan pembangkit listrik pengganti petromaks.
"Selain itu, saya mencari cara bagaimana listrik tidak terus padam. Selama ini pakai listrik PLN sering mengalami padam. Siapa tahu ada cara lain. Ada pembangkit listrik yang tidak sering padam," cerita Slamet.
Awalnya, Slamet ingin membuat kincir angin, tetapi batal karena mebuat kincir angin membutuhkan dana besar. Setelah terus berjuang untuk membuktikan cita-citanya pada 2008, baru tercipta karya pertama ny berupa generator.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat generator dibeli dari Surabaya. "Kalau ada alat yang bisa dibeli di Malang, saya beli di Malang. Alat yang tidak ada (di Malang) saya beli di Surabaya," katanya.
Alat tersebut bekerja memanfaatkan karbon padat, yang diambil dari hasil pembakaran batok kelapa, ditambah 100-an elemen dan kapasitor.Karena membutuhkan banyak karbon, pria ini sampai membeli karbon dari para petani kelapa di wilayah Tulungagung,
Karbon tersebut, jelas suami dari Sri itu, dipasang di panel kaca. Setiap satu panel dibutuhkan sekitar 3 kilogram karbon. "Dalam generator itu mengandalkan arus bolak-balik, dari panel-trafo-aki mesin-pendorong-kapasitor. Dari kapasitor sebagian akan jadi daya listrik dan sebagian lagi ke panel," jelasnya.
Dari prototipe tersebut diperoleh tegangan 380 volt dan berkapasitas maksimal 13 kilowatt. Setelah itu, Slamet mengembangkan tipe lain yang bertegangan 220 volt dengan daya maksimal 6.000 watt, yang cocok untuk listrik rumahan.
Jenis tersebut memiliki dua panel kaca, yang masing-masing berisi 3 kilogram karbon padat. Panel tersebut berfungsi menyimpan daya listrik 1.500 hingga 2.000 watt per panel.
"Untuk tipe yang lebih besar, 380 volt, maksimal 48 kilowatt. itu sudah bisa digunakan untuk industri. Namun, dibutuhkan enam panel," katanya.
Generator yang diciptakan Slamet itu bisa bekerja selama 24 jam. Namun, syaratnya ada alat yang terus membutuhkan listrik. Tak boleh mati. "Untuk menghidupkan hanya butuh dipancing dengan aki," katanya.
Saat ditanya berapa karyanya yang sudah dikeluarkan dan digunakan oleh banyak orang, Slamet mengaku lebih kurang 50. "Kebanyakan pemesannya warga Kalimantan, karena dipakai di desa yang tidak dimasuki PLN," katanya.
Namun, hingga kini Slamet belum menentukan nama yang cocok untuk mesin ciptaannya tersebut. "Untuk sementara saya beri nama Pembangkit Listrik Tenaga Hampa (PLTH)," katanya sembari tertawa karena tak bisa menjelaskan secara detail mengapa diberi nama PLTH.
Ketika ditanya berapa dana yang dihabiskan untuk PLTH berkapasitas 1 kilowatt, Slamet mengatakan hanya menghabiskan dana sebesar Rp 3-4 juta. Sedangkan yang berkapasitas 13 kilowatt membutuhkan modal lebih kurang Rp 45 juta dan dia jual Rp 55 juta.
Dalam mengerjakan karyanya itu, Slamet dibantu oleh seorang anaknya bernama David Isnupratama. Dari hasil pernikahannya bersama Sri, Slamet sudah memiliki tiga anak, yaitu Ika Haryeni, David Isnupratama, dan Hendra Priapratama, yang kini masih duduk di bangku SMP negeri di Pujon.
"Semoga apa yang saya ciptakan ini bermanfaat untuk masyarakat Indonesia yang belum bisa menikmati listrik, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil yang tidak teraliri listrik," kata Slamet.
Selain membuat generator, Slamet juga sering diminta untuk membantu istrinya menjual nasi bungkus di wilayah Songgorit. Maklum, karena istrinya membuka warung nasi di depan rumah kontrakannya.
Sudah selayaknya Orang Indonesia Lebih kreatif dan ujung ujungnya membuat Hidup dan bangsa ini bangga
Label:
Karya hebat Anak Bangsa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Waah,penemuan ini bisa jadi awal dari berkembangnya teknologi di Indonesia.
BalasHapusIndonesia butuh kreatifitas seperti ini,jadi ingin juga rasanya berkreatifitas dengan Saudara Slamet,ingin belajar tentang sangkut pautnya penemuan ini dan kerja sama untuk mengembangkan penemuan ini.
Sukses dan terus berkreatifitas untuk generasi penerus bangsa Indonesia kreatif!